Pasukan Keraton Yogyakarta
Kesultanan Yogyakarta terbentuk dari perpecahan Kesultanan Mataram ketika dua pangeran memperebutkan pengaruh Belanda. Salah satu pangeran yang berusaha menjadi Sultan pertama Yogyakarta membentuk pasukan yang hingga saat ini masih tetap ada. Pasukan Kraton dibentuk oleh sultan pertama Yogyakarta, Hamengkubuwono I pada zaman feodal sekitar pertengahan abad ke-18 dan terdiri dari 13 Brigade atau resimen.
Setiap unit yang tercantum di bawah ini berasal dari lokasi geografis yang berbeda di seputar Kraton. Semuanya hampir feodal yang berarti bahwa mereka masih disediakan dengan tanah dan diharapkan untuk memberikan pelayanan militer serta hasil dari tanah yang dialokasikan. Setiap unit dipimpin oleh seorang kapten yang dibantu oleh sejumlah panji, yaitu seperti sersan mayor yang mengeluarkan perintah dan mengatur pasukan. Setiap bagian dipimpin oleh seorang sersan. Semua kapten berada di bawah komando Pandega sementara peringkat tertinggi adalah Manggalayudha. Beberapa unit juga memiliki pengaturan perintah yang unik meskipun mereka tidak tercantum di bawah ini. Dibutuhkan waktu yang lama untuk bergabung dengan unit karena ada daftar tunggu yang panjang. Unit-unit ini melakukan pawai secara lambat yang terlihat seperti gerakan bergoyang ketika mereka bergerak maju dari satu kaki ke yang lain. Juga, benda-benda pusaka yang disebutkan di bawah ini adalah artefak-artefak suci dari koleksi Kraton yang dipercayai memiliki sihir atau makna rohani dari objek tersebut.
Hirarki dari masing-masing benda tercantum di bawah ini
- Wirobraja
Bendera: Gula Kelapa
Kostum: Sebuah mantel merah dan celana panjang, kaus kaki putih dan sepatu vantoffel hitam. Mereka juga memiliki bungkus satin merah. Topi tersebut disebut Lombokan atau cabai merah.
Pusaka: Kanjeng Kyai Santri dan Kanjeng Kyai Slamet.
Instrumen: Drum dan seruling. Melodinya disebut dayungan (untuk marching cepat) dan Retadadeli (untuk marching lambat dan normal).
Senjata: Senjata Api dan tombak.
Catatan: Wirobraja selalu menjadi yang pertama karena peran mereka sebagai garis depan untuk berperang. Ada empat panji, delapan sersan, 72 prajurit dan dua pembawa standar. Biasanya nama-nama tentara dari unit ini dimulai dengan Brojo.
- Daheng
Bendera: Bahning Sari
Kostum: Putih kemeja dan celana dengan garis horisontal merah di perut. Topi Mancungan berwarna hitam dengan bulu ayam merah dan putih.
Pusaka: Kanjeng Kyai Jatimulya.
Instrumen: Drum, seruling, gong kecil, drum tom-tom, pui-pui dan kecer. Melodinya disebut Ondal-andil (untuk marching cepat) dan Kenobo (untuk marching lambat dan normal).
Senjata: Senjata Api dan tombak.
Catatan: tentara ini secara tradisional berasal dari Gowa di Sulawesi dan nama semua prajurit mengandung Niti. Ada empat panji, delapan sersan, 72 prajurit dan satu pembawa standar. Pada awal 1800-an unit ini berjumlah sekitar 100 orang.
- Patangpuluh
Bendera: Cakragara.
Kostum: Sebuah mantel merah dan celana tanggung merah di atas celana putih, sepatu hitam dan topi merah dan hitam.
Pusaka: Kanjeng Kyai Trisula.
Instrumen: Drum, flut dan terompet. Melodinya disebut Bulu-bulu (untuk marching cepat) dan Gendara (untuk marching lambat dan normal).
Senjata: Senjata Api dan tombak.
Catatan: Secara historis unit ini diketahui merupakan yang paling berani dan paling pantang menyerah. Semua tentara ini memiliki nama yang disertai dengan Himo. Ada empat panji, delapan sersan, 72 prajurit dan satu pembawa standar. Mereka datang dari sebelah barat kraton.
- Jagakarya
Bendera: Papasan.
Kostum: Sebuah mantel kuning keemasan. Stoking berwarna biru gelap dengan sepatu hitam. Topi berupa jenis bersayap hitam.
Pusaka: Kanjeng Kyai Trisula.
Instrumen: Drum, flut, terompet. Melodinya disebut Tameng Madura (untuk marching cepat) dan Slagunder (untuk marching lambat dan normal).
Senjata: Senjata Api, tombak dan keris.
Catatan: Semua tentara di brigade ini Parto menyertai nama mereka. Ada empat panji, delapan sersan, 72 prajurit dan satu pembawa standar. Mereka datang dari sebelah selatan Kraton.
- Prawirotama
Bendera: Geniroga.
Kostum: Hitam jas dan celana panjang putih. Celana tanggung luar berwarna merah dan memakai sepatu bot hitam. Bentuk topi mereka menyerupai karang.
Pusaka: Kanjeng Kyai Trisula.
Instrumen: Drum, flut dan terompet. Melodinya disebut Pandeburg (untuk marching cepat) dan Mars Balang (untuk marching lambat dan normal).
Catatan: Secara historis unit ini memiliki 1000 anggota dari mantan Kesultanan Mataram yang membantuk Pangeran Mangkubumi melawan Belanda (V.O.C) namun sekarang ada empat panji, empat sersan, 72 prajurit. Semua tentara di unit ini memiliki Prawiro yang menyertai nama mereka. Mereka datang dari daerah selatan Kraton.
- Ketanggung
Bendera: Cakraswandana.
Kostum: Sebuah kain ketanggung lurik khas dan celana tanggung hitam di atas celana panjang putih dengan sepatu hitam. Topi mereka disebut Mancungan.
Pusaka: Kanjeng Kyai Nanggolo.
Instrumen: Drum, flut, terompet dan sedikit gong. Melodi yang Bergola milir (untuk marching lambat atau normal) atau Lintik Emas (marching cepat) dan Harjuno Mangsah atau Bima Kurda.
Senjata: Senjata Api dengan bayonet dan tombak.
Catatan: Ada empat panji, delapan sersan, 72 prajurit dan satu pemikul. Mereka juga menjabat sebagai jaksa di Kraton dan sering bertindak sebagai penjaga ketika sultan bepergian di luar Kraton. Nama tentara pada unit ini berakhiran dengan Joyo.
- Mantrijero
Bendera: Purnamasidi.
Kostum: mantel dan gaya celana panjang tradisional diatas stoking putih dengan sepatu vantoffel hitam dan topi berwarna hitam.
Pusaka: Kanjeng Kyai Cakra.
Instrumen: Drum, flut dan terompet. Melodinya disebut Plangkeman (untuk march cepat) dan Slagunder (untuk march lambat atau normal).
Senjata: Senjata Api dan tombak.
Catatan: Ada delapan panji, delapan sersan, 64 prajurit dan satu pemikul. Mereka diperintahkan oleh administrator distrik Bupatior. Joyo, Bahu, Prawiro dan Rono adalah nama-nama yang terkait dengan unit ini.
- Nyutra
Bendera: Padma Sri Kresna dan Podang Ngisep Sari.
Kostum: Hitam mantel dan celana panjang dengan kain biru dan putih gelap. Ada dua jenis topi, sebuah kuluk hitam dan udeng silinder.
Pusaka: Kanjeng Kyai Trisula.
Instrumen: Drum, flut dan terompet. Melodinya disebut Sureng Prang (untuk marching cepat) dan Tam-tama balik (untuk march lambat atau normal).
Senjata: Senjata Api, tombak dan keris.
Catatan: Ada delapan panji, delapan sersan, 46 prajurit dan dua pemikul. Mereka digunakan sebagai pendamping untuk upacara penobatan dan tidak memiliki peran perang yang sebenarnya. Mereka secara tradisional merupakan penari juga. Mereka datang dari sebelah timur Kraton. Nama-nama mereka biasanya diambil dari drama wayang.
- Bugis
Bendera: Wulan ndadari.
Kostum: Hitam celana panjang, jaket dan topi juga hitam.
Pusaka: Nil.
Instrumen: Drum, pui-pui, gong dan kecil tom-tom. melodi mereka adalah Endroloko.
Senjata: Tombak
Catatan: Awalnya pasukan ini berasal dari daerah Bugis di Sulawesi Selatan. Mereka bertugas menjaga Ketua Menteri Sultan serta menjaga Garebeg dan upacara lainnya. Nama mereka biasanya mengandung Rangsang. Pada awal 1800-an dan hingga sekarang ada sekitar 40 anggota.
- Surakarsa
Bendera: Pare Anom.
Kostum: mantel putih dan celana, kain di sekitar limbah dan sandal.
Pusaka: Nil.
Instrumen: Drum dan seruling. Melodinya adalah Plangkenan.
Senjata: Tombak.
Catatan: Mereka memiliki petugas yang disebut Penewu, 64 tentara dan pemikul. Mereka bertugas untuk menjaga putra mahkota serta ‘gunung’ persembahan yang digunakan dalam upacara Garebeg.
- Sumoatmaojo
Ini adalah pengawal pribadi Sultan dan datang langsung di bawah komando beliau. Ada dua panji dan dua sersan serta 16 tentara. Mereka mengenakan baju besi dan membawa sabit berbentuk perisai besar. Mereka memakai dari kulit kerbau dan helm, namun tidak menggunakan sepatu. Mereka juga membawa pedang pendek. Wajah dan tubuh mereka ditutupi dengan debu kuning. Ketika mereka melakukan fungsi pengawal mereka akan tampak menari. Wikipedia memiliki foto dari salah satu pengawal Sultan dari tahun 1880-an.
- Jager
Dari istilah Belanda Jager berarti pemburu. Unit ini terdiri dari panji, dua sersan dan 58 prajurit. Mereka tidak memiliki bendera atau simbol khusus juga tidak memiliki seragam khusus tetapi mengenakan pakaian tradisional Jawa. Mereka dipersenjatai dengan senapan.
- Langenastro
Unit ini bertugas menjaga Sultan selama upacara Garebeg. Mereka adalah pasukan tambahan dalam Brigade Mantrijero. Mereka mengenakan seragam yang sama dengan Brigade Mantrijero tetapi tidak membawa senapan, mereka malah dipersenjatai dengan pedang pendek.