Di Balik Nama Borobudur
Candi Borobudur menyimpan misteri yang menimbulkan pertanyaan bagi orang-orang yang melihatnya. Periset, arkeolog, hingga pengunjung terbawa lebih dalam misteri dan berbagai pertanyaan yang terkandung di dalamnya saat mendaki monumen ini.
Satu pertanyaan sederhana yang belum terjawab sampai saat ini adalah: apakah nama Borobudur adalah nama sebenarnya atau tidak. Nampaknya nama Borobudur memang nama sebenarnya, namun pernyataan ini tidak memiliki bukti kuat yang bisa digunakan untuk menunjangnya.
Banyak usaha telah dilakukan untuk menyelidiki pertanyaan ini, namun tidak ada satu interpretasi pun yang terbukti. Sejauh ini, cara untuk mengetahui nama sebenarnya dari Borobudur adalah dengan melihat dua bagian yang membentuk namanya, Boro dan Budur. Teori ini diprakarsai oleh Poerbatjaraka. Dia mengungkapkan bahwa “boro” bisa diartikan sebagai sebuah biara, yang saat ini bisa dianggap sebagai vihara. Sementara “budur” itu sendiri adalah nama sebuah tempat. Dengan demikian, Borobudur bisa diartikan sebagai “Vihara di Budur”.
Sedikit peninggalan dari sebuah biara ditemukan pada tahun 1952 saat penggalian dibuat di halaman barat Borobudur. Ditemukan sebuah manuskrip kuno bernama Nagarakrtagama dari tahun 1365 yang berisi nama Budur di dalamnya. Dalam manuskrip tersebut, budur adalah tempat suci Buddhisme Mahayana.
Pendekatan lain dikatakan oleh de Casparis yang berhasil menggambarkan bagian usang dari piagam batu yang ditemukan pada tahun 842. Melalui rekonstruksi teks, ia membaca bagian dari batu tersebut sebagai “bhumisambharabhudura”, yang berarti “Gunung Kebajikan dari Sepuluh Tahapan Bodhisattva “. Kata “Bharabhudura” diambil dan diubah menjadi Borobudur. Perubahan yang digunakan adalah penyederhanaan yang terjadi karena pengucapan bahasa lisa. Di sisi lain, bagian pertama dari kata tersebut terdengar mirip dengan “Bumisegoro”, yang merupakan nama desa selatan Borobudur.
Menarik untuk dicatat bahwa sebelum kata tersebut ditemukan, ada kata lain yang ditemukan, yaitu “kamulan”. Kata ini berarti “Tempat Suci dari Leluhur”. Oleh karena itu, jelas terlihat hubungan Borobudur dan pura untuk pemujaan leluhur.
Pertanyaan lain yang sederhana namun sulit dijawab adalah: berapa lama candi Borobudur aktif digunakan? Kapan berhenti berfungsi sebagai monumen untuk memuliakan dinasti yang berkuasa, atau sebagai pusat ziarah Buddhis?
Asumsi umum adalah bahwa candi ini mulai tidak digunakan saat orang-orang masuk Islam pada abad kelima belas. Candi Borobudur mungkin telah ditinggalkan saat pusat kegiatan politik dan budaya pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.